Memahami Esensi Pendidikan


Memahami Esensi Pendidikan. Pendidikan dalam tinjauan umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk memanusiakan manusia. Karena pendidikanlah yang bertugas untuk melakukan tranmisi nilai (value) dan pengembangan potensi. Sehingga nantinya manusia akan punya ‘pedoman’ berupa nilai-nilai serta kecakapan yang akan diaplikasikan didalam kehidupan bermasyarakat. Dalam filosofi pendidikannya, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pengembangan manusia itu meliputi tiga aspek : Daya Cipta (Kognitif), Daya Rasa (Afektif), dan Daya Karsa (Konatif). Dari filosofi tersebut kita bisa menyimpulkan bahwasannya manusia itu punya lebih dari satu aspek untuk dikembangkan melalui pendidikan. Sehingga penitik beratan terhadap salah satu aspek saja akan berakibat fatal terhadap masa depan sang manusia dan juga lingkungan masyarakat yang didiaminya. Salah satu contoh aktualnya ada maraknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dinegeri ini. Ibarat dalam kondisi perang, pendidikan adalah sebuah proses pengumpulan bekal baik berupa kecakapan maupun mental agar bisa nenjadi prajurit yang gagah dimedan perang. Jika pendidikan tak mampu menjalankan tugasnya tersebut, maka kekalahan dimedan perang niscaya akan sering terjadi. Ini pulalah yang menjadi salah satu sebab pokok dari krisis multidimensi dinegeri ini.
Orientasi Belajar : NILAI ATAU KECAKAPAN?
Maksud hati sebenarnya nilai (score) itu digunakan sebagai sebuah parameter yang akan menunjukkan tingkat pemahaman pelajar untuk pokok bahasan tersebut. Namun di lapangan terjadinya banyak ke tidak singkronan. Itu berarti, kini nilai yang menjadi standar acuan itu tak lagi representatif.
Salah satu bentuk ke tidak singkronan tersebut adalah belajar hanya menjelang ujian atau sering disebut SKS (sistem kebut semalam). Hal ini membuat pokok bahasan hanya akan menjadi hafalan jangka pendek bagi para pelajar yang mungkin hanya akan berguna untuk ujian saja jika hal itu yang terjadi, jangankan bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat, memaknainya saja mungkin jarang dilakukan.
Bentuk ketidak singkronan yang ke dua adalah di anggapnya menyontek sebagai bagian dari usaha. Bagi kami, ini adalah sebuah penghinaan yang ditujukan pada kaum sendiri, kaum terpelajar. Dulu,orang terpelajar adalah orang yanng di elu-elukan masyarakat karna prospek masa depanya yang cerah.
Tapi kini, sebagian dari kita telah menjerumuskan diri sendiri didalam lubang kenistaan. Selain tu, menyontek ternyata juga berdampak buruk bagi psikologis bagi pelajar. Mereka akan menjadi malas dan tidak percaya diri. Rasa-rasanya mata rantai korupsi di Indonesia akan terus berlanjut jika mental dari para penerus bangsamasih seperti ini. Pada dasarnya manusia telah disediakan jalan yang lurus didunia ini, jalan kebenaran. Namun, nafsu duniawi telah menggelapkan mata manusia, sehingga kenistaanlah yang tepat untuknya. Pendidikan yang semula memiliki misi luhurpun akan menjadi nista jikalau para pelajarnya tidak mampu mengontrol nafsu mereka. Kini hati tang bicara.
Perubahan Arus Bawah : Dari Kita, Oleh Kita, Untuk Bangsa
Pandangan tertunduk, tak berani menatap kedepan. Mereka takut dengan tantangan zaman. Mereka tak berani melakukan perubahan. Merekalah sebagian pemuda zaman sekarang.
Bagi bangsa yang memiliki tingkat keberagaman sangat tinggi,perubahan arus atas (kebijakan/peraturan) dirasa kurang efektif, mengingat besarnya potensi penolakan akibat banyaknya perbedaan pandangan. Sehingga salah satu cara yang lumayan efektif adalah perubahan arus baeah. Perubahan dari akar rumput. Perubahan yang dimulai dengan cara mengubah diri sendiri dan mengajak orang lain untuk ikut berubah. Dalam Islam, hal ini disebut dakwah.
“Ketika pendidikan sudah kembali ke jalan yang lurus,perubahan besar bangsa ini bukan lagi sekedar mimpi”