Kekayaan Dalam Terminologi Islam

Bahasa Arab Al-Goniyyu atau Al-Gina merupakan kata dasar yang sering diartikan “Kaya”. Ada ungkapan hadits Nabi yang menyebutkan bukanlah disebut kaya orang yang banyak harta, tapi kekayaan sejati yang sesungguhnya adalah luasnya hati.

Konotasi yang sering disematkan dalam istilah kekayaan di bahasa Indonesia adalah banyaknya harta bergelimpah. Namun arti kekayaan  dalam pandangan Islam tentu ada pengertian lain dalam memandang makna arti kekayaan yang sebenarnya. Rujukan yang pantas memaknai arti kekayaan dalam syariat Islam yang bersumber dari informasi valid dari Alloh melalui Al-Qur’an maupun sunnah hadits Nabi Muhammad SAW.

Siapa manusia terkaya menurut Islam ? mereka adalah orang yang qona’ah, yakni yang menerima apa adanya dari segala rezeki yang telah diterima olehnya. Uraian berikut definisi dan terminologi kekayaan dalam pandangan agama Islam.

Definisi kekayaan menurut Hadis Nabi Muhammad SAW dalam sebuah riwayat yang diterima sahabat Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata :
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ 
"Bukanlah disebut kaya orang yang kaya harta, tapi kekayaan itu sesungguhnya yang kaya hatinya". (HR Bukhari no 6446, Muslim no 1051, Tirmidzi no 2373, Ibnu Majah No 4137). Kaya hati berarti orang yang selalu merasa cukup (qanaah).
Pengertian kaya hati menurut hadits di atas dapat diartikan tidak pernah tamak pada segala yang ada pada orang lain. Sedangkan Qanaah sendiri berarti nrimo (menerima) dan rela dengan berapa pun yang diberikan oleh Allah Ta'ala. Berapa pun rezeki yang didapat, ia tidak mengeluh. Mendapatkan rezeki banyak, bersyukur; mendapatkan rezeki sedikit, bersabar dan tidak mengumpat.

Ibnu Baththol mengomentari dan menjelaskan hadits Rasululloh di atas, "Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta tetapi masih merasa tidak cukup (alias fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal, hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak rakus untuk terus menambah."

Melalui penjelasan hadits tentang pengertian kaya menurut dalil hadist Nabi di atas maka kita dapat memetik ibroh dan pelajaran bahwa andaik kita telah bisa mengamalkan hadis di atas, saat itulah kita bisa memiliki kesempatan besar untuk menjadi orang terkaya di dunia. Ujung-ujungnya, keberuntunganlah yang menanti kita. Lebih lanjut Rasulullah SAW menjanjikan : "Beruntunglah orang yang beragama Islam, dikaruniai rezeki yang cukup, dan dia dijadikan menerima apa pun yang dikaruniakan Allah (kepadanya)." (HR Muslim).

Dengan demikian maka kita harus percaya dan yakin bahwa Allah SWT senantiasa berbuat kepada setiap hamba-Nya yang qanaah. Allah SWT menjadikan keberkahan pada rezekinya. Selain itu, ukuran kecukupan dalam kacamata Nabi SAW seperti disabdakannya : "Siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya." (HR Tirmidzi, dinilai hasan oleh al-Albani).

Al-Quran menyatakan pula :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Qs Fathir: 15)
Demikian sesungguhnya hakikat kekayaan dalam terminologi pandangan Islam dari dalil Al-Qur'an maupun As-Sunnah Rasul yang patut kita renungi bersama. Wallahu a'lam.