Mengkultuskan Nabi Muhammad Perbuatan Syirik

Praktek Al-Ithra atau pengkultusan, sudah ada sejak zaman Nabi Nuh as. Orang-orang yang dikultuskan umumnya orang-orang yang shaleh (soleh). Mereka pada zaman Nabi Nuh yang dikultuskan bernama Waad, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr. Pada mulanya orang-orang yang hidup sezaman dengan para shalihin itu tidak bermaksud mengagung-agungkannya. Tetapi, generasi berikutnya yang tidak memahami hal yang sebenarnya malah memuji para tokoh tersebut dengan berlebihan. Akibatnya sampai pada jurang syirik dan bid'ah yang diharamkan agama. Fenomena yang terjadi seperti pada zaman Nabi Nuh tersebut ternyata berlanjut sampai sekarang, contohnya adalah ahli kitab. Yahudi mengkultuskan Nabi Uzair dan Nasrani mengkultuskan Nabi Isa as.
...يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar... (QS. An-Nisa : 171)
Umat Islam tidak menganggap Nabi Muhammad saw seperti orang Yahudi dan Nasrani kepada Nabi Uzair dan Nabi Isa As. Tetapi peluang untuk berbuat Ithraa (kultus) sangat terbuka kemungkinan. Rasulullah Saw pun telah mengetahui hal itu akan terjadi pada umatnya. Sebab itu beliau bersabda, "Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku (ithraa), sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah "Abdullah wa Rasuluhu" (hamba Allah dan Rasul-Nya)." (HR. Bukhari Muslim)
Pengertian Muhammad Saw sebagai hamba Allah, adalah bahwa beliau manusia biasa yang tidak bisa mencelakakan dan menentukan nasib seseorang, apalagi sekarang sudah tidak ada lagi. Kita harus menganggapnya sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Beliau sebagai utusan Allah, wajib ditaati dan diikuti cara hidupnya dalam kaitan aqidah, ibadah dan mu'amalahnya.
Yang dikhawatirkan Rasulullah Saw di atas kini terbukti. Banyak orang yang mengunjungi kuburannya untuk tawasul dan bersujud, apalagi pada saat haji. Banyak pula umat Islam yang hingga hari ini mempunyai keyakinan bahwa Rasulullah Saw sampai saat ini masih bisa menyampaikan do'a dan permohonan, buktinya mereka masih bertawasul kepada beliau. Seperti dalam shalawat yang sering dikumandangkan "Tawassalnaa bi bismillah wabil hadi Rasulillah wa kulli mujaahidin lillah bi ahlil badri ya Allah" (kami tawasul dengan nama Allah, dengan Al-Hadi Rasulullah dan dengan para pejuang karena Allah di Badar Ya Allah). Sepeninggal beliau tidak ada seorang pun sahabat yang bertawasul kepadanya dan meminta-minta ke kuburannya.
Mari kita tela'ah firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ. فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi : 110)
Demikian artikel tentang hukum mengkultuskan Nabi. Jangan sampai kita terjebak pada perbuatan bid'ah dan syirik yang  merupakan jebakan Syaithan.